RSS

Anakku pelaku bom bunuh diri, kuterima serpihan tubuhnya

27 Sep
Anakku pelaku bom bunuh diri, kuterima serpihan tubuhnya

Baru kemarin lusa, kita dikagetkan oleh kasus teror bom, 25 September 2011. (Lihat “5 Keanehan Teror Bom di Solo“). Namun, ingatan kami sudah melayang menuju tangisan Abdul Gofur, ayah Muhammad Syarif, pelaku Bom bunuh diri di Cirebon, lima bulan yang lalu. Terinspirasi oleh wawancara di salah satu siaran televisi saat itu, tersusunlah tulisan berikut ini.

****

Kami menyambut kelahiranmu dengan bahagia. Meski pun kau bukan anak yang pertama, tapi kau seakan membawa sesuatu yang baru buat kami. Kehangatan baru, berbeda dan tak pernah kami alami sebelumnya. Istimewa seperti dirimu yang telah memberikan kami kebahagiaan yang sangat. Kau terlahir sempurna, sesempurna seperti yang kami harapkan.

Satu hari berlalu, dan berikutnya kau adalalah anak yang cerdas, lucu dan selalu bertanya tentang apapun. Kami yakin saat itu, kau adalah anugrah titipan Tuhan yang akan memberi kami sesuatu yang berbeda. Dan ketidak samaan itu pun semakin terlihat, saat kau tak mau disamakan dengan yang lain. Hingga adik-adikmu terlahir kau tetap menjadi seorang anak yang selalu mendapat perhatian lebih, karna kamu memang berbeda. Kau tetap menjadi yang utama buat kami, anak yang istimewa dengan segala keberanianmu membela sesuatu yang kau anggap benar. Kau adalah harapan kami, yang suatu saat akan memberikan kami sesuatu yang besar. Sebuah kebanggan.

Harapan itu semakin kuat, saat kau ucapkan sendiri bahwa akan memberi kami kejutan. Sesuatu yang besar namun entah apa, karena sengaja dirahasiakan agar pemberian itu berkesan. Kami menunggu nak! Kami tetap berdoa kau akan menjadi kebanggan buat kami. Keluarga dan bangsa ini menunggumu berbuat sesuatu, yang bisa membuat aku sebagai ayah merasa bangga. Aku menunggu mengumumkan kepada semua orang. “Bahwa aku adalah ayahmu“.

****

Di kemudian hari harapan itu kian terkikis, ketika perubahan di dirimu menjadi tak terkendali. Tak senada dengan kata bangga yang dulu sempat bergelora didadaku. Tak lagi membuatku berharap kau akan menjadi seseorang yang begitu besar, karena kini kau mulai membuatku panik dengan perbedaan itu. Resah dan gelisah kini menemaniku menghadapi hari.

Dari sekian hari yang telah kulalui sebelumnya, kini kau semakin membuatku takut, karena keberadaanmu membuat mereka geram. Ketika ucapanmu membuat tetangga kita memalingkan wajahnya dariku. Saat temanku berkata tentang seseorang yang membuat hatinya terluka, dan seseorang itu adalah kamu. Anakku yang aku banggakan.

Kau memang benar-benar telah berubah, hingga menganggapku sebagai sosok yang tak berharga lagi. Pemahaman itukah yang kau dapatkan dari hasilmu belajar selama ini. Hingga tak peduli lagi dengan perasaan orang tuamu yang malu dan sakit hati, karena ucapan itu memang membutku menyesal terlalu membebaskanmu belajar. Ilmu semacam apa yang kau pelajari? Sehingga sebutan kafir itu tertuju kepadaku. Dari mulutmu yang dulu kuajari berkata-kata.

sadness by Goran Jovic****

Sungguh tak pernah aku bayangkan sebelumnya, aku harus menyambutmu kembali saat ini. Setelah sekian lama kau tak terlihat, kini kau kembali dengan rombongan yang tak pernah aku harapkan. Siapa mereka aku tak tau. Darimana mereka datang aku juga tak pernah bertanya. Dan aku tak ingin menanyakannya, bahkan aku tak berharap kalian datang seperti saat ini. Sungguh aku tak berharap akan menyambutmu sebagai mayat, dengan tubuh yang tak utuh lagi.

Kehadiranmu saat ini yang tanpa nyawa, memberikan kami suasana yang tak menentu. Beribu Tanya dan cemooh mereka tertuju, bukan hanya tetangga teman dan kerabat saja. Tapi semuanya yang aku tak kenal pun mencela, mengawasi dan dan mewaspadai kehidupanku sebagai ayah pelaku bom bunuh diri.

Aku bukan Teroris seperti yang mereka kira, tapi mereka memberikan kecurigaan itu karena aku ayahmu. Yang merawat dan mendidikmu hingga dewasa. Apa hendak dikata? Sekian telunjuk itu mengarah tepat di hidungku. Karena aku ayahmu, yang kini harus menguburkanmu. Meski dengan tubuh yang tak lengkap lagi.

Nyawamu memang telah tiada, yang tergantikan dengan lahirnya kebencian yang baru. Menjadi benih yang di semai di hati mereka. Tentang aku yang memiliki anak seorang teroris.

****

Jauh dalam lubuk hatiku yang paling dalam. Kau tetap anakku yang aku cintai, aku mencintaimu. Tak perlu kau ragukan kasih sayangku untukmu. Aku memaafkanmu nak! Pergilah dengan tenang! Ayah disini akan selalu mendoakanmu! Karna kamu memang anakku yang aku cintai.

Dari sekian banyak nasihatku untukmu, ingin aku memberikan nasihat terakhir untukmu. Ikutilah ayah! Karena kesederhanaan ilmu yang ayah miliki, tak akan menjadikanmu membenci saudara-saudaramu yang kini meregang nyawa. Dan semua pelajaran yang akan ayah berikan, adalah memahami bahwa kebenaran itu bukanlah membunuh dirimu dan mereka yang entah memiliki dosa apa.

Seandainya kau masih bisa mendengarku, kan kubisikkan kata-kata perpisahan. Dan bawalah bersamamu segenggam doa yang ayah berikan ini, tuk menjadi bekal untukmu di alam sana. Semoga kau diterima disisi-Nya. Amiin…

****

Aku tidak membencimu nak!. Karena kebencian ayah adalah perasaan sesal saja. Untuk mereka yang telah mencuci otakmu. Hingga kesesatan itu telah membawamu dalam kematian yang tak wajar.

by Roni R-82

 

Tag: , , , ,

15 responses to “Anakku pelaku bom bunuh diri, kuterima serpihan tubuhnya

  1. mimin mumet

    27 September 2011 at 22:07

    mantab ui blognyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa

     
  2. R-82

    27 September 2011 at 23:04

    y e alaaah ada minmet lagi hahahaha

     
  3. Hesya Permana

    27 September 2011 at 23:18

    maknyus tea Ron…..

     
  4. Amir

    27 September 2011 at 23:49

    Keren bung R-82

     
  5. aunurrafiq

    28 September 2011 at 05:53

    Sebelumnya ijinkan saya mengucapkan selamat atas peluncuran Blog yang kereeeeeeeennnnnn ini, semoga isinya lebih keren lagi, Amien…

    sedih juga baca cerita di atas, terutama kalimat:
    “kau adalah harapan kami, yang suatu saat akan memberikan kami sesuatu yang besar. Sebuah kebanggan”

    Kalau adik saya belajar di tempat yg bener, Insya Allah tidak seperti kalimat ayah teroris di atas:
    “Pemahaman itukah yang kau dapatkan dari hasilmu belajar selama ini. Hingga tak peduli lagi dengan perasaan orang tuamu yang malu dan sakit hati, karena ucapan itu memang membutku menyesal terlalu membebaskanmu belajar. Ilmu semacam apa yang kau pelajari?”

    STIBA itu sdh terintegrasi dgn Universitas Madinah, jadi Insya Allah tidak terkontaminasi dgn penyusup2 yg ingin memasukkan ideologi sesatnya dalam rangka menghancurkan Islam itu sendiri, boleh tanya langsung dgn adik saya, kebetulan sdh punya akun juga di kompasiana tapi belum punya tulisan, padahal dia punya blog tentang Sedekah, ini nama akun kompasiananya Indon Wahyudin. , sekalian boleh juga ditanya tentang keaslian cerita saya di artikel “Aku Bukan Teroris” itu, begitulah memang ceritanya, hanya saya bumbui sedikit dgn cerita Aceh, Iraq dan palestina.

     
  6. M. Arief B. Ariefmas

    28 September 2011 at 06:06

    Mengharukan, Mas. Berempati bukan hanya pada korban, tapi juga pada keluarga pelaku.
    Kasih sayang orang tua, tak lekang oleh apapun.
    Trima kasih…

     
  7. puyuhjaya

    28 September 2011 at 06:39

    Lain dengan orang tuanya yang penuh kasih sayang, lain lagi dengan mantan iparnya.
    Maaf Mas Ron, ijin nitip link, postingan kisah nyata, tapi tanpa menyebutkan nama, sepertinya berkaitan dengan postingan Mas Ron. http://ariefmas.wordpress.com/2011/09/27/ternyata-tidak-nyaman-punya-saudara-bomber-pelaku-bom-bunuh-diri

    Trima kasih

     
  8. bunda iyank

    28 September 2011 at 16:39

    bagusss banget, kata2nya mengalir menghanyutkan kita yang membaca…

     
  9. yutrian

    28 September 2011 at 23:54

    Mantab,…dan bermamfaat

     
  10. Hanya Titip Sepenggal Doa

    29 September 2011 at 11:08

    Hanya Doa Ampun Untuk Pantas nya Dimaafkan terlampir buat sang TERORIS SOLO . .
    entah apa yang ada dalam benak hati nya
    entah apa yang ada dalam rasa sakit kematian nya
    Sedang ada apa dalam sel2 otak nya telah terdapati Keiklasan nyawanya
    Seandai nya dapat kugantikan dia sehingga tak ada sang Ayah terluka
    Sungguh ku ingin mengenal nya sebelum Dia Iklas Pergi..
    dan hingga dapat ku jinak kan BOM itu sebelum menghancurkan tubuhnya
    ku taruh di tempat berbeda dan ku modifikasi dalam truk tangki bensin
    dengan remot kontrol ku hidup kan tanpa kehilangan dia untuk sebagai temanku
    dan akan ku ajak dia lebih baik dari BOM yang ada buat orang yang tak bersalah seperti itu.. buat hancurkan sebuah gedung demi gedung di dalam kesalahan yang lebih banyak orang2an di solo.. jika dia mengetahui dan kita
    adalah di hukum dengan cara kita sendiri.. karena tiada hukum negara yang adil..
    maka hukum BOM kita lebih adil.. hingga tak jadi tinggalkan pedih dalam hati sang ayah

     
  11. Adelino Pereira

    30 September 2011 at 09:10

    Mantap dan sangat amat menyentuh hati dan perasaan

    thank’s.for Roni R 82

     
  12. Randu Kawindra

    2 Oktober 2011 at 18:05

    mengingatkanku kepada bapak,…

     
  13. Siti Swandari

    8 Oktober 2011 at 10:13

    Anak layaknya seperti kertas putih bersih. Yang pertama menulis pasti ortunya, seiring dia besar dan bergaul dengan masyarakat, pasti ortunya tidak tahu semua.
    Ortu tidak perlu merasa bersalah dalam mendidik anak, karena begitu lepas dari tangan, dia akan mencari kehidupan dan nasipnya sendiri.

     
  14. Erliana

    7 Maret 2012 at 11:15

    Hmmm jadi sedih nich,,dan kasian juga…

     
  15. nana

    24 Oktober 2012 at 23:42

    buajussssss,,

     

Tinggalkan Balasan ke Amir Batalkan balasan